MA sendiri merupakan indikator berjenis trend, yaitu indikator yang digunakan untuk menentukan trend yang sedang terjadi di market. Penggunaannya sangat luas bukan saja dalam dunia forex, jika Anda pernah bermain saham dan menggunakan analisa teknikal, maka pasti MA juga digunakan disana. Toh memang analisa teknikal bersifat universal dan dapat digunakan dalam sfemua market yang menggunakan data kolektif.
MA juga dapat diturunkan lagi menjadi indikator baru dan benar-benar berbeda dengan indikator aslinya. Jika nanti Anda mulai mempelajari MACD (Moving Average Convergence Divergence) maka Anda akan mengetahui bahwa indikator satu ini pun asalnya juga dari MA (lihat saja namanya).
Moving average mempunyai tiga varian yang berbeda yaitu
Simple Moving Average, Weighted Moving Average dan Exponential Moving
Average. Masing-masing merupakan metode rata-rata bergerak, hanya saja
cara me-rata-ratakannya yang berbeda satu sama lain. Namun dalam
pembacaannya tetaplah sama dan semuanya mengiktui aturan yang berlaku
pada Moving Average. Kenyataannya sejak awal tahun 2000 an, Moving
Average bukan saja berkembang dalam 3 varian saja tetapi menjadi lebih
dari 5 varian yang disesuaikan dengan kegunaannya saja. Namun untuk
mempersempit ruang pembahasan sekaligus memudahkan Anda dalam
menginterprestasikan MA, pembahasan hanya difokuskan pada ketiga jenis
MA.
Simple Moving Average (SMA)
Simple Moving Average (atau biasa disebut Moving Average saja
atau juga disingkat SMA) adalah Moving Average paling sederhana dan
tidak menggunakan pembobotannya dalam perhitungan terhadap pergerakan
closing price.
Perhatikan gambar Simple Moving Average dengan periode 10 berikut:
Meskipun sederhana, SMA cukup efektif dalam menentukan trend yang sedang terjadi di market. Cara pembacaannya pun sederhana.
Secara garis besar MA dapat digunakan untuk hal-hal berikut:
- Menentukan trend yang akan terjadi.
- Menentukan titik support dan resistance.
- Memuluskan indikator lain yang terlalu bergerigi.
Aplikasi MA paling banyak digunakan untuk memprediksi arah
trend sedangkan kegunaan no 2 dan 3 tidak terlalu banyak digunakan. Kali
ini kegunaan MA akan dititik beratkan pada kegunaan utamanya yaitu
untuk memprediksi trend. Sedangkan kegunaan no 2 akan dibahas pada
artikel tersendiri yang akan disisipkan kemudian.
Sekarang mari kita perhatikan MA dengan periode 10 yang diterapkan pada GBP/USD periode 1 hari berikut ini:
Perhatikan bagian yang telah diraster dengan warna biru.
Ketika harga bergerak naik, MA berada dibawah dari pergerakan mata uang.
Sebaliknya bila MA berpotongan dengan candlestick, trend naik berhenti
dan dilanjutkan dengan situasi sideways. Atau ketika trend naik terjadi
lalu kemudian MA menembus harga dan berpindah dari bawah menuju keatas,
itu merupakan pertanda bahwa trend naik telah berakhir untuk kemudian
dilanjutkan dengan trend turun.
Nah, bagaimana kalau kita menggunakan dua buah SMA dengan dua
periode yang berbeda? Hasilnya akan sangat menarik. Kita akan segera
tahu bagaimana hasilnya:
Lebih memudahkan bukan? Dengan penggunaan dua SMA dengan dua
periode yang berbeda kita dapat lebih akurat lagi memprediksikan kemana
harga akan bergerak. Apabila telah terjadi perpotongan antara harga
dengan kedua SMA maka akan dipastikan harga kan berubah arahnya. Pada
gambar diatas, apabila MA dengan periode yang lebih kecil-yaitu periode
10 jika di gambar-berada dibawah dari MA yang periodenya lebih
besar-pada gambar diwakili dengan periode 15-maka itu merupakan indikasi
harga sedang dalam trend turun dan sebaliknya apabila periode lebih
kecil di atas dari periode yang lebih besar maka trend mata uang sedang dalam tren naik.
Dapat kita catat juga bahwa apabila rentang antara kedua SMA
semakin besar maka kemungkinan trend akan terus berlangsung dan bila
mulai terjadi penyempitan jarak diantara keduanya dan sampai terjadi
perpotongan kembali, bisa disimpulkan bahwa trend sudah berakhir. Mudah
bukan?
Mengenai periode MA yang digunakan, sayangnya sampai saat ini
belum ada aturan pencarian periode yang tepat untuk dipakai. Memang
perlu banyak-banyak berlatih dan mencoba (trial and error). Perlu Anda catat bahwa penggunaan periode dapat berubah-ubah menurut kebutuhan meskipun pada pair
yang sama karena memang kondisi sebuah mata uang adalah dinamis dari
waktu kewaktu. Namun berdasarkan pengalaman, disarankan periode yang
digunakan tidak lebih besar dari 40. Ini dimaksudkan agar MA tidak
kehilangan sensitivitasnya sebagai indikator penentu trend.
Semakin besar periode dari MA maka kurva MA yang dihasilkan
akan semakin lebar dan tidak sensitif dalam mengakomodasi perubahan
harga. Sebaliknya, semakin kecil periode MA maka kurva MA yang
dihasilkan menjadi semakin semakin sensitif. Dalam hal ini terlalu
sensitif atau tidak sensitif sama sekali bukanlah hal yang baik. Semakin
sensitif sebuah kurva MA maka semakin sering sinyal palsu dihasilkan
dan membuat trading kita loss. Sebaliknya, semakin tidak sensitif maka
sinyal beli atau jual menjadi semakin sedikit yang mengakibatkan kita
tidak dapat bertrading.
Nah, lebih lengkapnya telah disarikan oleh BelajarForex mengenai penggunaan SMA untuk membaca trend dalam bentuk tabel sbb:
No
|
Posisi SMA
|
Arti
|
1
|
SMA berada dibawah harga. |
Kondisi bullish / trend naik. |
2
|
SMA berada diatas harga. |
Kondisi bearish / trend menurun. |
3.
|
SMA memotong harga dari atas. |
Perubahan trend menuu bullish. |
4.
|
SMA memotong harga dari bawah. |
Perubahan trend menuju bearish. |
5.
|
SMA periode lebih pendek memotong SMA periode lebih panjang dari bawah. |
Perubahan trend menuju bullish. |
6.
|
SMA periode lebih pendek memotong SMA periode lebih panjang dari atas. |
Perubahan trend menuju bearish. |
7.
|
SMA dengan periode lebih panjang berada diatas SMA berperiode lebih pendek. |
Kondisi bearish / trend menurun. |
8.
|
SMA dengan periode lebih panjang berada dibawah SMA berperiode lebih pendek. |
Kondisi bullish / trend naik.
|
Nah itu penjelasan ringkas mengenai Moving Average. Jangan
lupa untuk membaca artikel lain dari website ini untuk memperluas
pengetahuan analisa Anda.
Weighted Moving Average (WMA)
Pertanyaan pertama yang timbul di benak kita adalah apakah
perbedaan SMA dengan WMA? Tentu saja ada perbedaannya. Cukup berbeda
sehingga diklasifikasikan menjadi dua bagian. Tidak cukup banyak berbeda
sehingga nama mereka mirip karena menggunakan metodologi yang sama,
hanya caranya yang berbeda.
Bayangkan begini: Manakah harga yang memiliki bobot penekanan
yang lebih besar dalam memprediksi harga didepan, harga satu jam
terakhir yang kita miliki atau harga dua bulan lalu yang kita miliki?
Tentu saja yang satu jam terakhir. Paling tidak pergerakan harga tidak
satu jam terakhir akan lebih representatif dalam memprediksi harga
didepan apabila dibandingkan dengan harga dua bulan yang lalu.
Atau jika kita aplikasikan dengan kehidupan sehari-hari,
ambillah kita akan membeli sebuah telepon genggam. Tentu saja kita akan
mencari tahu harga telepon genggam tersebut dalam rentang waktu
terakhir. Nah, mungkin kita akan lebih memperhatikan harga satu hari
yang lalu dibandingkan harga dua minggu yang lalu karena menurut hemat
kita pastilah pergerakan harga tidak akan berbeda jauh dengan harga satu
hari lalu.
Bobot penilaian inilah yang diatur oleh WMA. Pada SMA, bobot
setiap harga baik dua minggu lalu atau pun dua hari yang lalu memiliki
bobot penilaian yang sama. Pada WMA data terakhir memiliki bobot yang
lebih besar nilainya dibandingkan harga-harga sebelumnya.
Pembobotan nilai pada WMA akan tergantung pada panjang
periode yang kita tetapkan. Semakin panjang periode yang ditetapkan,
maka semakin besar pula pembobotan yang diberikan pada data terbaru.
Secara keseluruhan, peraturan pada WMA adalah sama seperti
pada SMA karena memang cara perhitungannya sama hanya memiliki perbedaan
pada pembobotan nilai saja. Berikut ringkasannya:
No
|
Posisi WMA
|
Arti
|
1
|
WMA berada dibawah harga. |
Kondisi bullish / trend naik. |
2
|
WMA berada diatas harga. |
Kondisi bearish / trend menurun. |
3.
|
WMA memotong harga dari bawah. |
Perubahan trend menuju bearish. |
4.
|
WMA memotong harga dari atas. |
Perubahan trend menuju bullish. |
5.
|
WMA periode lebih pendek memotong WMA periode lebih panjang dari bawah. |
Perubahan trend menuju bulish. |
6.
|
WMA periode lebih pendek memotong WMA periode lebih panjang dari atas. |
Perubahan trend menuju bearish. |
7.
|
WMA dengan periode lebih panjang berada diatas WMA berperiode lebih pendek. |
Kondisi bearish / trend menurun. |
8.
|
WMA dengan periode lebih panjang berada dibawah WMA berperiode lebih pendek. |
Kondisi bullish / trend naik.
|
Gambar dibawah ini adalah aplikasi dalam memprediksi trend
yang akan terjadi dengan menggunakan WMA. Cara penggunaannya sama persis
dengan penggunaan pada SMA. Perhatikan perbedaan SMA dengan WMA berikut
ini:
Terlihat WMA lebih responsif dalam memprediksi perubahan trend pada GBP/USD. Setiap
titik peralihan trend tepat berada pada candlestick terakhir trend yang
sedang berlangsung. Perhatikan juga pada gambar di atas akan terjadi
kembali perubahan trend dari bullish menuju bearish. Dalam hal ini pemilihan periode yang tepat juga berpengaruh pada presisi penentuan trend.
Nah, sampai disini kita sudah mengetahui bahwa pembobotan
harga pada tiap-tiap rentang waktu yang berbeda nilainya juga berbeda.
Namun, apakah metode pembobotan pada WMA merupakan metode pembobotan
yang paling cepat dalam memberikan perubahan trend? Tidak. Pada WMA
pembobotan dilakukan tidak menyertakan nilai WMA sebelumnya. Pada bagian
setelah ini kita akan melihat metode rata-rata bergerak yang melibatkan
fungsi eksponensial dalam melakukan pembobotannya. Hasilnya adalah
pemberian sinyal peralihan yang dapat lebih dini.
Exponential Moving Average (XMA).
XMA merupakan penyempurnaan dari metode SMA. Seperti kita
ketahui bahwa pembobotan SMA merupakan penyebab yang mengakibatkan
terjadinya keterlambatan sinyal perubahan trend. Pemberian bobot pada
XMA sama seperti juga pada WMA, melibatkan periode. Hanya saja
perbedaannya jika pada WMA semakin panjang periode yang kita gunakan
maka semakin besar bobot nilai terakhirnya, maka pada XMA terjadi
sebaliknya yaitu semakin panjang periode yang kita pakai maka semakin
kecil pembobotan nilai terakhir yang kita pakai.
Secara keseluruhan, peraturan pada XMA adalah sama seperti
pada SMA karena memang cara perhitungannya sama hanya memiliki perbedaan
pada pembobotan nilai saja. Berikut ringkasannya:
No
|
Posisi XMA
|
Arti
|
1
|
XMA berada dibawah harga. |
Kondisi bullish / trend naik. |
2
|
XMA berada diatas harga. |
Kondisi bearish / trend menurun. |
3.
|
XMA memotong harga dari bawah. |
Perubahan trend menuu bearish. |
4.
|
XMA memotong harga dari atas. |
Perubahan trend menuju bullish. |
5.
|
XMA periode lebih pendek memotong XMA periode lebih panjang dari bawah. |
Perubahan trend menuju bullish. |
6.
|
XMA periode lebih pendek memotong XMA periode lebih panjang dari atas. |
Perubahan trend menuju bearish. |
7.
|
XMA dengan periode lebih panjang berada diatas XMA berperiode lebih pendek. |
Kondisi bearish / trend menurun. |
8.
|
XMA dengan periode lebih panjang berada dibawah XMA berperiode lebih pendek. |
Kondisi bullish / trend naik.
|
Nah, gambar dibawah ini adalah aplikasi dalam memprediksi
trend yang akan terjadi dengan menggunakan XMA. Cara penggunaannya sama
persis dengan penggunaan pada SMA.
Gambar dibawah ini adalah penggunaan XMA periode 10 pada grafik GBPUSD.
SMA, WMA, XMA Mana yang Lebih Baik?
Nah ini mungkin pertanyaan terakhir yang tersisa dari
pembahasan Moving Average kita. Manakah diantara varian indikator MA ini
yang paling baik?
Dilihat dari pemberian sinyal bullish atau bearish memang XMA
merupakan indikator yang dapat memberikan sinyal yang lebih dini
dibanding keduanya. Tentu saja demikian karena toh XMA memang diciptakan
untuk mengeleminir kekekurangan varian MA pendahulunya. Tapi jika
pertanyaannya adalah mana yang lebih baik, ini menjadi sangat relatif
bergantung pada si pemakai.
Sebagai panduan, semakin sensitifnya sebuah indikator memang
akan menjadi sangat membantu untuk memprediksi harga. Namun sebaliknya,
semakin sensitif maka akan semakin banyak juga false signal yang
dihasilkan yang artinya bisa saja sinyal yang diberikan ternyata salah
atau tidak berlangsung lama. Itu sebabnya kembali bergantung pada sang
trader.
Jika Anda adalah seorang yang lebih menyukai permainan yang
lebih “safe”, mungkin SMA menjadi lebih cocok dibandingkan varian
lainnya. Dan sebaliknya bila Anda menyukai permainan yang lebih beresiko
(yang juga berari kemungkinan memperoleh keunutungan akan sama besarnya
dengan resiko
yang mungkin terjadi) maka XMA akan lebih baik menurut Anda karena
lebih responsif dan lebih cepat dalam pemberian sinyal. Jika Anda
seorang penganut “poros tengah”, silakan gunakan WMA. Yang jelas
indikator hanyalah sebuah instrumen, kitalah yang menentukan keputusan
berdasarkan petunjuk instrumen tersebut.
Sebenarnya jika dilakukan perhitungan melalui Mean Percentage
Absolute Error (MAPE), maka XMA akan memberikan error yang lebih kecil
dibandingkan yang lainnya. Namun tetap saja bukan berarti XMA adalah
absolut yang terbaik. Saya sengaja tidak mencantumkan perhitungan dengan
MAPE karena memang sangat relatif.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar